I DON'T GIVE A SHIT TO YOU

Kumulai keresahan dan galauku ini(karena memang sumber inspirasiku kebanyakan dari dua rasa itu) dengan sebuah cerita usung yang kerap dikumandangkan.
Suatu hari seorang tua dan anaknya melakukan perjalanan jauh ke sebuah kota. Jarak tempuh yang sangat jauh dari tempat tinggal di desa ke kota membuat seorang tua dan seorang anaknya menggunakan keledai sebagai sarana transportasi.
Awalnya orang tua itu naik di atas punggung keledai, sementara anaknya berjalan kaki di samping keledai. Kemudian di tengah jalan ada orang yang berkata, “Lihat, orang tua itu tega membiarkan anaknya berjalan kaki, sementara dia enak-enak duduk di atas keledai.”.
Karena mendengar orang berkata demikian, si anak gantian naik di atas punggung keledai, dan ternyata orang lain pun berkata, “Anak itu tidak menghormati orang tuanya, dia enak-enak duduk di atas keledai, sementara orang tuanya disuruh berjalan kaki.”
Lalu si anak turun dan bersama orang tuanya pun naik di atas keledai, dan orang-orang bergumam, “Lihatlah, tega sekali mereka bersama-sama duduk di atas keledai yang malang.” Karena bingung dengan pendapat orang banyak, akhirnya mereka pun berjalan kaki sambil memegang tali kekang keledai. Ternyata orang-orang masih mengomentarinya, ”Lihat, betapa bodohnya kedua orang itu, ada keledai tapi tidak digunakan.”
Begitulah, sobat. Hidup akan dan selalu terus begitu. Tak pernah akan berhenti orang berpendapat sedemikian rupa atas apa yang kita lakukan. Jika sudah begitu, saatnya kendalikan dirimu dan mulai hiraukan “anjing-anjing yang menggonggong”  jika memang dia berpendapat suatu hal yang kamu yakini mengganggu mobilitasmu. Jika terus saja kamu menghiraukan mereka, kamu akan melihat dirimu tak semakin di depan tapi malah semakin di belakang karena merasa apa yang kita lakukan selalu salah.
#SWAG-YO!

Kita, manusia memang makhluk-Nya paling mulia. Hanya kita lho yang dianugrahi mulut sempurna menghasilkan banyak kata dan kalimat untuk mengatakan apa yang ada di akal kita. Tapi, tidak bisakah kita gunakan nikmat kita ini menjadi hal yang bermanfaat bagi orang lain. Bukankah Nabi Muhammad SAW bersabda “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat untuk yang lain.”?
Berpendapat itu sah-sah aja tetapi tetap harus sadar etika.
Ceriwis itu sah-sah saja tetapi tetap harus sadar dimana / di forum apa sekarang aku berada.

Aku begini pun bukan karena sudah merasa yang paling benar. Tidak sama sekali. Aku menulis ini karena dua hal 1) mencurahkan keluh kesalku dan 2) menjadi note sendiri bagiku untuk lebih baik dan lebih banyak diam jika tidak mengerti dan baru berbicara jika memang kamu mengerti benar/salah/baik/buruk mengenai suatu hal tertentu. Aku begini juga bukan aksi tolak tak mau diberi saran. Tidak sama sekali. Ini masalah hati dan relatifitas. Siapa yang bisa merasakan rasa dan atau kejadian dahsyat yang sama seperti yang kita lewati? Allah tak memberi nikmat yang sama pada setiap hamba-Nya. Allah punya catatan kadar nikmat untuk setiap hamba-Nya seperti contohnya sama sama bernafas tetapi asal oksigen yang kita hirup dari rupa-rupa ranah. Sama sama mengemban ilmu tetapi jatah latarnya beragam. Begitulah. Tak akan bisa kita bersyukur jika terus meminta dan berharap nikmat yang sama seperti yang lain dari Allah untuk kita.

Inspirasi pagi itu datang dari seorang laki-laki beristri bernama Muhammad Syukri Kaurnia Rahman, S.Ked berkata “Manusia dihadapkan pada dua posisi ; di atas dan di bawah. Jika sedang di atas, bersyukurulah. Jika sedang di bawah, bersabarlah.” Kedua hal ini beriringan tak bisa dipisahkan. Sabar dan syukur pula dua hal yang selalu aku coba pelajari di kuliah kehidupan.  Dan inspirasi kedua datang dari orang yang ganteng banget Ya Allah khilaf hehe salah satu pemain film “Tausiyah Cinta”, Zaky Ahmad Rivai, S.H.I di tengah-tengah ceritanya menyampaikan “Ada 3 hal yang saling berututan yang kita perlukan pertama adalah niat yang baik kedua temukan lingkungan yang baik dan ketiga tetaplah berpikiran baik.” Having positive thought will help you create a different persprective contohnya dari kejauhan ada dua anak melihat benda bewarna putih di malam hari di tengah kuburan dari kejauhan. Si A menganggap bahwa yang dilihatnya adalah pocong dan si B menganggap bahwa itu hanyalah lampu penerang. Keduanya pun mendekati benda putih itu, si A berjalan dengan sangat ketakutan dan si B tetap tenang-tenang saja karena ia yakin itu hanyalah sebuah lampu. Setelah semakin terlihat jelas seiring mendekatnya mereka kepada benda itu dan ternyata mereka menemukan bahwa benda tersebut adalah lampu. Jadilah orang B yang akan berperilaku tenang karena fikiran positifnya di tengah-tengah kerisauan orang lain.
That’s it. See you on the next post.

Comments