Kataku Organisasi Bukan Sebuah Batu Loncatan

Suatu hari, scrolling timeline Twitter yang memang mau sekuat apapun argumen si penulis status tetap akan menimbulkan tweet war.

Begini tulisnya

Lagi wawancara kerja

Me: IPK 3.1 tapi CV ada pengalaman organisasi

Temen sebelah: IPK 3,7 tapi CV kosong. Kupu-kupu: kuliah pulang, kuliah pulang.

Hasil akhir: gue yang diterima.

Lanjutnya (karena ini sebuah utas/thread)

Jadi poinnya, ikutin gih organisasi sebanyak mungkin. IPK bukan segalanya. Jangan jadi mahasiswa kupu-kupu.

Dari situlah, war dimulai. Kubu pro organisasi menyumpahi kubu pengejar IPK tinggi yang dirasa antipati. Sedangkan, kubu pengejar IPK tinggi terus mempertanyakan kenapa organisatoris gak pernah jinak duduk di kelas, lalu mulai menyumpahi sia-sia atas segala biaya pendidikan yang telah dikeluarkan orang tua.

Selalu ada celah untuk beradu pendapat di micro-blog twitter. Semakin ramai? Itulah yang dicari! Interactive conversation!

Yang pusing kita-kita, team twitter community mah happy-happy aja. 

-------

Personally, I quite agree with that thread. Iya, cuma pada taraf "quite". Gak totally agree. Kenapa? Kataku berorganisasi itu bukan segalanya. Bagiku, kegiatan berorganisasi kurang tepat jika hanya dijadikan sebuah batu loncatan menuju kesuksesan karier. Kok gitu sih, Fat?

Tapi bukannya kamu juga ikut beberapa organisasi, ya?

Iya, secara formal dan kuantitas.

Tapi, tidak secara hakikat dan kualitas.

Ah, apa sih maksudnya? Terlalu filosofis dan susah dicerna.

Jadi gini, pada suatu hari...

mau mendongeng ya, gengs :)

Berapa banyak teman kita yang kehadirannya di sebuah organisasi atau entitas(kelompok) tertentu hanya menjadi benalu saja? Ya, aku itu contohnya. Secara formal, namaku tercantum menjadi anggota beberapa lembaga. Secara kuantitas, ada 4 link organisasi yang namaku tertulis di sana.

Secara hakikat, aku menemukan self-development hanya pada 1/4 lembaga yang aku ikuti. Kenapa demikian? Karena secara kualitas, aku memberi keintiman yang berbeda. Jujur saja. Kenapa aku merasa lebih intim pada 1 lembaga ini? Mereka memenuhi apa yang aku mau. Kasarannya, lembaga ini benar-benar memanusiakan manusia. It encourages me to use my potency in the right place and time to the fullest circumstances. Pola pikir dan sikap dibentuk pelan-pelan tapi pasti. Rasa kekeluargaan dibangun. Tetap ada beberapa prinsip yang harus dipatuhi tetapi disampaikan dengan cara yang santun, bukan menggurui. Terkadang aku mendapat "imbalan" atas apa yang aku berikan. Rezeki banyak macam. Bukan hanya uang, kan? Walaupun itu pernah juga. Lebih dari itu;  koneksi, tempat untuk berkarya/penyaluran ide, ilmu di luar "how to handle an event" but beyond that like "how to build a web for your organization" , "how to make a community-based movement", "why we have to do volunteering" and many more. Singkatnya, lembaga ini berhasil membentuk kelompok yang tidak hanya berorientasi program kerja. Tidak hanya berorientasi membangun panggung atau mendatangkan ribuan peserta. Tidak begitu cara mainnya! Kalau begitu, serahkan saja pada event organizer. Yakin deh mereka lebih jago. Ya, walaupun di sini kaderisasi tidak berjalan semulus lembaga lain, tapi di tempat ini justru aku belajar bagaimana tetap bertahan di tengah kecukupan tenaga dan ide. Terima kasih sudah memberi ruang untuk benar-benar mengkaryakan diri.

Ya, bukannya itu tujuan berorganisasi?  Mengkaryakan diri agar bermanfaat untuk sekitarnya?

Kalau begitu faktanya...
Yang dibutuhkan manusia adalah kesempatan untuk tumbuh dan berkembang menjadi lebih baik.
Bukan suatu organisasi, kan? Kataku Ia bukan keniscayaan. Ia hanya satu dari ribuan aktifitas yang mampu memenuhi kebutuhan manusia tersebut.

Maka sebenarnya, kampanye atau adigaung yang harus didendangkan ke penjuru negeri bukan "Ayo berorganisasi!" tapi "Ayo Jadi Lebih Baik dengan Versimu Sendiri."

Lantas, jika bukan dari organisasi, melalui apa? Apapun itu. Karena sejatinya secara umum kita manusia. Kalau pun mau mengkotak-kotakkan, bisa saja. Bagiku, itu akan membantu menyederhanakan ranah abdimu.

Contoh pembagian peran diriku; muslimah, worldwide citizen, orang Indonesia, warga kota Solo, anak dari pasangan Zainal-Siti, seorang mahasiswi pendidikan Bahasa Inggris, dan seorang provokator kebaikan.

Karena aku muslimah, maka aku berusaha belajar isi Qur'an dan hadist.
Karena aku menyadari aku adalah warga negara dunia, maka aku memahami isu-isu global dan mencari solusi terbaik bagi dunia.
Karena aku orang Indonesia, maka aku mematuhi pancasila dan segala hukum yang berlaku di dalamnya.
Karena aku warga Kota Solo, maka aku harus tahu bagaimana budaya dan bahasa Jawa.
Karena aku anak pasangan Zainal-Siti, maka aku harus menjaga martabat kedua orang tuaku di mata publik.
Karena aku seorang mahasiswi pendidikan Bahasa Inggris, maka aku perlu meningkatkan IPK sebagai tolak ukur bahwa aku memahami materi dengan baik dan aku bertanggung jawab terhadap apa yang aku jalani.
Karena aku seorang provokator kebaikan, maka aku harus berusaha untuk terus menjadi baik.

-dan masih banyak lagi "seharus-harusnya" peran versiku-

Mereka satu kesatuan dalam diriku yang tak mampu dipisahkan.

Pesan yang coba aku sampaikan adalah...

Menyalahkan organisatoris yang kebetulan pada umumnya ber-IPK pas-pas-an atau menyalahkan para pengejar IPK tinggi yang kebetulan pada umumnya antipati terhadap organisasi adalah tindakan keji.

Bukankah?

Organisatoris berpikiran bahwa berorganisasi, berkelompok, dan berkeloni adalah cara terbaik versinya untuk berkembang diri.

Para pengejar IPK tinggi beranggapan bahwa cara terbaik versi mereka untuk berkembang adalah terus berkutat dengan buku dan keilmuan yang ia pelajari. Apakah salah? Tidak! Bahkan wahyu pertama yang turun adalah "Bacalah". Allah SWT sudah perintahkan kita untuk berilmu dengan maksud agar kita menjadi semakin bijaksana.

Kawan-kawanku
Tak apa jika saat ini atau seterusnya hanya mengikuti 1 organisasi. Sekali lagi,itu tidak salah di mataku! Manfaatkan waktumu benar-benar disana. Yang ku dengar, nanti kita akan ditanya gambaran "seberapa besar manfaatmu dan kontribusimu di lembaga" bukan "seberapa banyak atribusi dalam dirimu". Paham, kan?

Pun jika kamu banyak berkelompok dan berhaha-hihi sana sini, apalah aku untuk melarangmu. Dengarlah nasihat ini! Jangan kau lupakan tanggung jawabmu kepada orang tuamu(jika pun kau anggap begitu). IPK-mu itu rawatlah dengan baik.

Akhir kata,
Seharusnya, masalah IPK tinggi dan berorganisasi tak seharusnya dibenturkan. Pada hakikatnya, sudah kebutuhan dasar manusia ingin terus mengkaryakan diri. Maka selagi bisa, lampauilah kedua ranah itu. Akademik dan non-akademik. Bukan untuk dibenturkan! Tapi, disinergikan!

Comments

  1. Keduanya adalah amanah,tapi amanah yg pertama adalah belajar karena itulah niat dan tujuan awal kita masuk kampus, setelahnya jika memang merasa mampu mengikuti sebuah organisasi atw lebih maka silahkan, yg pasti jgn sampai menyebabkan salahsatu diantaranya terbengkalai, karna keduanya adalah amanah ada tugas dan kewajiban yg perlu ditunaikan.
    Jika belum bisa menjalankan keduanya dengan baik maka lebih baik dahulukan kewajiban sebagai pelajar dulu yaitu belajar.
    Yg perlu dicatat "utk berorganisasi kita butuh belajar dan wawasan yg luas makanya harus ttp belajar.dan sebagai pelajar juga kita perlu belajar berorganisasi,karna kebaikan yg tdk terorganisir akan kalah dengan kebathilan yg terorganisir.
    Organisasi adalah wadah utk menciptakan kebaikan , mengumpulkan kebaikan, serta berbagai kebaikan.

    Organisator yg baik akan mampu memenej waktu dan dirinya, sehingga ia mampu berprestasi dlm akademik atw berorganisasi.

    ReplyDelete
  2. Betul. Setuju, unknown. Terima kasih sudah mau berkunjung. Happy blog walking!

    ReplyDelete

Post a Comment