Topik hangat baru-baru ini cukup
menyentil keingananku untuk beropini. Bukan sekedar beropini tetapi juga
berbagi pengalaman bersekolah saat duduk di bangku SD dan SMP yang menerapkan
sistem full day school. Terlebih lagi
bidang pendidikan mungkin akan menjadi tugas besar bagiku kelak.
Dulu ketika saya duduk di bangku
SD Ta’mirul Islam Surakarta, sekolah swasta prionir penyelenggara full day school, sangat menikmati
hari-hari saya di sekolah. Masuk pada pukul 07.00 WIB dan pulang tepat pada
pukul 15.30 WIB. Kami memulai program full
day school pada kelas 3. Awalnya, saya mengeluh kepada ibu saya akan
lelahnya belajar seharian. Tubuh kecil saya kala itu sering pegal-pegal menaiki
tangga agar mampu memasuki kelas saya yang berlokasi di lantai 2. “Dicoba dulu.
Ntar lama-lama terbiasa baru juga beradaptasi.” tenang Ibu saya. Saya pun
menjalaninya hingga lulus. Bahkan sampai kini ingin rasanya kembali merasakan
kepolosan-kepolosan saya ketika duduk di bangku sekolah dasar. Full day school di SD saya bukan hanya
melulu berorientasi pada jam belajar yang lama tetapi juga penanaman karakter
untuk peserta didiknya. Seingat saya dulu belum ada itu program “Pendidikan
Karakter” macam sekarang yang sedang ramai dibicarakan karena semakin
mengikisnya moral bangsa. SD saya murni ingin menanamkan akhlakul karimah agar mampu mencetak lulusan pribadi muslim yang
sebenar-benarnya taat. Kami dibiasakan sholat sunnah dhuha, sholat dzuhur dan
asar berjama’ah dan tepat waktu, tugas piket yang selalu dijalankan untuk
menjaga kebersihan kelas, makan dan minum harus sambil duduk, senyum sapa salam
kepada guru maupun karyawan, dan masih banyak yang lainnya. Kami juga diberi
fasilitas yang tak sedikit yaitu makan siang katering dan waktu istirahat satu
jam yaitu istirahat yang ketiga yang disebut ISOMA (Istirahat, Sholat, Makan). Waktu
yang paling ditunggu-tunggu adalah ketika ISOMA ini. SD kami memberi kami ruang
untuk bercengkrama lebih dekat ketika makan bersama dalam satu kelompok besar. Tak
melulu harus di dalam kelas, kita bebas memilih dimana saja asal masih di area
lingkungan SD Ta’mirul Islam. Obrolan hangat sambil makan ini selalu saya
rindukan. Ya, walaupun sebenarnya
tidak diperintahkan makan sambil ngobrol
ya hehe(Khilaf masa masa imut bos). Durasi waktu dua istirahat lain adalah
15 menit. Kegiatan extra curriculer diadakan
setiap hari Sabtu sepulang sekolah. Jadi, untuk hari Sabtu kami pulang pukul
12.00 WIB. Hari Jum’at dan Ahad adalah hari libur kami. Ada juga beberapa extra curriculer yang diadakan pada hari
Ahad. Begitulah sistem sekolah SD kami berjalan.
Ketika saya duduk di bangku MTs
Negeri I Surakarta Program Khusus pun keadaannya tak jauh berbeda. Tetapi hanya
saja sholat dhuha dikerjakan dengan kesadaran pribadi masing-masing dan sholat
ashar masih belum mampu berjama’ah seluruh warga sekolah karena keterbatasan
tempat yang dimiliki jadi jama’ahnya bergiliran tetapi sekarang sudah ada
masjid di tengah-tengah gedung sekolah kami untuk melaksanakan kegiatan ibadah.
Ditambah kami mendapat snack setiap
jam istirahat pertama. Itu juga bagian yang saya tunguu-tunggu hehe. Ketika di MTs saya hanya memiliki
satu hari libur pada hari Ahad. Hari Jum’at pulang lebih awal dilanjutkan
kegiatan shalat Jum’at berjama’ah dan pramuka lalu pada hari Sabtu pun juga
pulang lebih awal sekitar jam 13.00 WIB.
Mengapa saya membagi pengalaman
saya? Saya hanya ingin mengungkapkan bahwa Full
Day School tak seburuk beberapa pandangan masyarakat kok. Semua kebijakan memang ada sisi positif dan negatifnya. Tetapi
hal-hal yang dirasa kurang bisa disiasati dengan cara yang tepat. Anak akan
terforsir jika sekolah tidak mampu membagi jam belajar dengan jam bermain. Beri
waktu istirahat yang cukup pada anak. Anak akan kelelahan sehingga tidak ada
motivasi lebih untuk belajar di rumah tidak akan terjadi jika para guru memberi
PR ala kadarnya saja contohnya 5 nomor saja tetapi rutin setiap KBM guru
bersangkutan. Daripada terus menerus mengeluh pada perubahan program lebih baik
kita segera berbenah dan mensiasati program baru kalau memang dirasa baik bagi
perkembangan murid, guru, dan sekolahnya sendiri. Pada mulanya memang susah tetapi
untuk tujuan baik seperti yang dikatakan menteri bahwa full day school sarana anak agar tidak menghabiskan waktu luang
anak di rumah kepada hal-hal negatif yang tidak diinginkan ketika orang tua
masih sedang bekerja atau tidak mampu memantau kegiatan anak mengapa tidak? Ungkapan
saya pribadi untuk program bapak menteri pengganti Anies Baswedan itu adalah “Saya
mendukung sepenuhnya program tersebut dengan syarat melihat kemampuan siswa,
guru, dan sekolah untuk bersinergi menjalankan program tersebut.” Siswa, guru,
dan sekolah harus satu visi yaitu mensukseskan program baru pak menteri agar
lebih tercipta keseimbangan harmoni kalau dirasa belum mampu sebaiknya belajar
kepada sekolah-sekolah yang telah berpengalaman.
Mari bersama sukseskan pendidikan Indonesia!
Kak kalo boleh nanya, kakak kuliah dimana sekarang?
ReplyDeleteSiapa gerangan anonymous ini hehe
ReplyDeletePembaca setia blog fanayasjourney13
Deletewkwkwkwk
Thank you a lot, anonymous yet I'd be happy if I know your name :)
Delete(paling kamu temen SMA ya?)