Supporting System: Whoever Someone on Your Back

...karena yang kuat pun harus terus dikuatkan, bukan?

Apakah adulting itu bermakna belajar berdamai dengan kesendirian? 

Entah bagaimana, aku merasa sendiri di tengah-tengah hiruk pikuk dunia. Sendiri yang aku maksud bukan merana tanpa ada teman yang menghampiri atau menemani. Tetapi, sendiri karena merasa pilihan, prinsip, gaya hidup yang aku jalani sedikit yang mengikuti. Asing di tengah gerumunan. Bukannya aku merasa ingin untuk diikuti bak selebriti, aku rasa aku merindukan para supporting system yang sedikit demi sedikit sudah melepaskanku untuk tumbuh, berkembang, melebarkan sayap secara mandiri, tanpa dorongan, tanpa tuntutan itu ini.

Bukankah begitu seharusnya berkembang secara dewasa dan matang? Entahlah. 

atau kah, 

aku sedang di masa dimana orang bilang quarter life crisis

Aku mulai menyadari bahwa setiap orang punya jalannya sendiri menuju definisi apa itu baik dan sukses. Di lain hal, berjalan sendirian itu menyesakkan. Aku rasa aku perlu teman berbagi, seorang partner sejati untuk berjalan bersama menggapai asa dan mimpi. Malangnya, akhir-akhir ini aku merasa tak banyak menjalin kerja sama hangat dengan kolega untuk menciptakan perubahan. Aku sedang terlalu egois, mengelu-elukan self-growth dengan eksplorasi berbagai macam hal baru atau memelihara hal-hal lama agar diri ini selalu terlihat menang melawan tantangan dunia. Sebenarnya, ketika mengeksplorasi hal-hal baru aku menemukan orang-orang yang berpikiran sama atau like-minded people. Ibarat kata punya visi dan misi yang sama. Lagi-lagi, masalahnya adalah ketika perpisahan datang karena memang kondisi meminta demikian seketika canda tawa itu juga ikut hilang, putus, lenyap. Banyak orang membuat teman baru, tapi tak banyak orang yang menjaga sustainability pertemanan. Bukankah ini bagian dari siklus kehidupan yang harus dijalani, Fat? 

Mungkin kah, 

Ini bentuk rasa rindu terhadap perhatian dari orang lain selain bapak ibu? 

Yang aku pelajari beberapa hari belakangan dari orang tuaku adalah komunikasi akan merawat cinta. Di malam hari sehabis sholat isya, mereka selalu mengobrol - kadang berdebat - di ruang tengah. Tentang apapun itu. Deep talk yang seringnya mengenai ekonomi, bidang yang diminati mama, dan politik dan hukum, bidang yang digeluti Bapak. Lucunya, mereka juga adalah sejoli yang hobi nge-rumpi. Korban-korbannya adalah keluarga besar, teman-teman mereka, bahkan sampai Syahrini. 

"Masak ya Pa, Syahrini beli tas seharga 11 Milyar." (Aku yakin ini adalah bentuk kode seorang perempuan terhadap laki-laki untuk memberi uang belanja tambahan) atau ini bentuk kode bahwa -Bapak harus bersyukur punya istri macam aku (mama dan aku baru saja meminta uang saku untuk membeli tas baru hehe) yang beli tas aja ga nuntut seharga milik Syahrini. Yang terakhir terlihat lebih diplomatis, kan? 

"Hah, beneran? Gila.. Gila... Uangnya tu ya mbok buat anak yatim gitu... Bantu-bantu." Bapak menimpali dengan semangat. 

"Udah, yo. Syahrini udah punya anak asuh." Omong-omong, mama tahu kebenaran ini dari mulutku di meja makan beberapa menit sebelumnya. Kalau di rumah emang kita ahli bergosip haha. Ku harap ini tidak terjadi di keluargaku saja. "...Gimana ya, di Indonesia ini, ekonominya timpang sekali. Yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin. Lihat tuh yang tidur di kolong jembatan apa ga kasihan tapi ada juga yang tidur di hotel mewah berbintang. Udah deh, apa pun disyukuri, pengen apa dapat, mau makan apa ada." lanjut Mama sambil nyapu ruang tengah malam ini. Begitulah, segampang itu topik berganti dari sana ke sini. Topik berat-ringan, semua dibabat.

Aku yang sedang adulting ini jadi menyadari bahwa sejatinya manusia bukan butuh partner cantik, ganteng, kaya, pintar akan tetapi sesederhana mereka-mereka yang mau saling mendengar dan berbagi kesusahan plus kekoyolan bersama. Sejauh ini, aku belum menemukan yang se-special itu. Perjalanan masih panjang. Siapapun nanti, aku do'akan kamu selalu dalam lindungan Allah SWT. 

"Ya Allah, kumpulkanlah aku dengan orang-orang yang semakin mendekatkanku dengan Engkau, orang-orang yang membawa perubahan baik bagi diriku, keluargaku, maupun bangsaku." selalu menjadi do'a andalan yang aku panjatkan selepas sholat belakangan ini.  

Udah, ah. 
Membicarakan semua ini membuat otakku kelu. Lebih baik, mari kita teruskan saja mencorat-coret bebas juga tak jelas di kanvas luas kehidupan. Ku serahkan semua padaMu, Allah. 

Comments