MUN Diary #5: Kenapa Bisa Disponsori Kemenpora RI?


Kalau Fathia Izzati punya ”21 Accent” sebagai one hit-nya, lain denganku, Fatiha –sebelas dua belaslah antara Fathia dan Fatiha kan?- yang punya satu postingan Instagram yang ujung-ujungnya dikepoin orang di DM atau PC WhatsApp. Sebuah postingan yang menampilkan surat terbuka ke Kemenpora RI karena sudah mensponsori partisipasi kegiatan Model United Nations (MUN) Conference di Malaysia.

Para instagrammers lain rupanya juga ingin mengisi feed dengan postingan keren di luar negeri, jalan-jalan, ketemu bule, pakai jas necis ngomong Bahasa Inggris. Auto mendapat citra orang terkeren dan tersukses di jagad raya Instagram. Gak mengherankan kalau bisnis event organizer MUN jadi laris manis di kalangan terpelajar yang mampang di Instagram. Betul atau tidak?

Gimana sih bisa “jalan-jalan” disponsori Kemenpora RI? Aku percaya banyak yang butuh dicerahkan lewat tulisan ini. Kuy lah, aku terangkan dengan temaram lampu ilmu.

FYI, MUN adalah sebuah forum berlatih menjadi diplomat ala-ala Perserikatan Bangsa-Bangsa(PBB). Di sini, kamu dilatih untuk berbicara dengan orang banyak, menumpahkan pikiran, pendapat, terkadang hujatan, kemapuan modus eh maksudnya bernegosiasi dengan orang lain, dan bermain peran dengan mempresentasikan diri mewakili sebuah negara tertentu. MUN bisa diikuti oleh pelajar SMA, para mahasiswa semua jurusan, dan pemuda pada umumnya.

Bad news-nya adalah acara sebeken ini selalu modal sendiri. Programnya didesain self-funded. Kalaupun ada fully-funded, paling-paling panitia memberi kesempatan untuk 1-3 orang terpilih dari puluhan ribu pendaftar dari berbagai belahan dunia.  

Menurutku, MUN zaman now (apalagi yang kenceng promonya di Instagram) merupakan edupreneur yang kelewat sukses. Sukses betulan bisnis ini. Sambil menyelam minum air. Sambil memberikan platfrom pembelajaran di hotel bintang lima sekaligus membayar untuk jalan-jalan-pamer di luar negeri. Dari segi bisnis, ini jelas keuntungan besar. Panitia bilang biaya ini adalah sebuah investasi perkembangan pribadi which is itu sangat benar adanya.

Setelah dipikir-dipikir, pengalaman MUN pertama kemarin menantangku untuk go extra miles. Yak, aku hanya bermodal motivasi ingin mengembangkan kemampuan English Public Speaking dan menantang diri sendiri untuk meninggalkan comfort zone. Butuh validasi ke diri sendiri bener mampu atau gak menaklukan ambisi.

Mari kita bongkar cerita tentang sumber dana keberangkatan. Pertama: TABUNGAN! Alhamdulillah, orang tuaku menanamkan kebiasaan menyisihkan uang saku. Tabungan ini juga terkumpul berkat jerih payah, cucuran keringat, dan muncratan air liur (karena kerjaanya berbicara menjelaskan suatu konsep di depan para murid) iya freelance teacher! Bahasa emaknya adalah guru les privat. Mengajar dari satu rumah ke rumah yang lain.

Sumber lainnya berasal dari ikut-ikut lomba sesuai passion macam English speech yang berhadiah fresh money, gak cuman piala buat dipajang, atau sertifikat yang akhirnya berdebu dan jamuran.

Masih banyak kekurangan dana untuk berangkat ke Negeri Sebrang. Lanjut step kedua: KAMPUS! Aku putuskan untuk konsultasi ke Pembimbing Akademik (PA). Maklum maba belum banyak ngerti dan masih polos saat itu wkwkwk. Beliau menyarankan untuk menemui International Office (IO) karena sependek paham beliau IO memiliki sebuah program beasiswa bagi mahasiswa yang berangkat ke luar negeri karena suatu program internasional. Sesampainya di kantor, seorang petugas berkata “belum buka periodenya, mbak. Besok ya bulan Mei coba daftar.”Aduh! Butuhnya buat bulan April.

Dzuhur tiba. Aku bergegas ke masjid kampus. Setelah merasakan dinginnya ubin masjid, ada pesan WhatsApp dari PA-ku yang intinya mengabarkan untuk mencoba pengajuan dana ke pihak fakultas. Semangatku kembali membara! Dibayarin kampus dan membawa nama baik kampus? Pasti keren banget! Di gedung F warna ungu, aku bingung! Setiap nanya ini itu pasti muncul jawaban prosedural untuk menemui ini itu atau mengunduh berkas di sana sini. Ah, udah gak keburu bapak-ibu penjabat kampus sekalian! Kapan birokrasi kampus sesimple upload google form pendaftaran seminar, ya?

Aku memutuskan curhat ke spesies ambis lainnya di kampus (baca: anak karya ilmiah). Pasti ada jalan pintas nih! Beneran dong! Ia menyarankan untuk membuat proposal kegiatan lalu diajukan ke biro kemahasiswaan kampus. Aku dapat contoh proposal kegiatan yang berhasil lolos darinya. Raut mukaku makin semrawut! Membuat dokumen di Indonesia emang selalu ribet. Eits, tapi apa salahnya mencoba?
Aku susunlah proposal kegiatan yang intinya menyatakan latar belakang atau motivasiku mengikuti kegitan tersebut, tujuan, manfaat program, dan estimasi dana yang aku butuhkan selama 4 hari 3 malam di Malaysia. Udah jadi tuh proposal! Terjadi lagi. Jawaban prosedural dilempar-lempar sembarangan macam paket siap diangkut truk ekspedisi. Di titik itu, aku memberi label bahwa kampus ini gagal mendukung mahasiswanya maju atau aku saja yang kurang gethol berusaha?

KEMENTRIAN! Google adalah teman ketika kampus yang katanya sumber keilmuwan dan relasi sebagai sumber rezeki tak mampu diharapkan. Mesin pencarian itu bilang bahwa para mahasiswa berkecukupan bisa mengajukan proposal pendanaan ke organisasi pemerintahan.

Aku langsung memilah mana saja kementrian yang kiranya sevisi dan misi dengan kegiatanku. Terpilihlah Kemenpora, Bappenas, dan Kemendikbud. Proposal kegiatan yang awalnya aku ajukan ke biro kemahasiswaan kampus, akhirnya aku kirimkan via pos ke alamat yang bermodal mencontek Gmaps. Asli gak pakai kenalan orang dalam! 

Malang! Mendekati hari H keberangkatan belum juga uang terkumpul. Dana dari Kemenpora RI itu turun setelah lima bulan dari kegiatan berlangsung. Suatu hari, ada nomor tak dikenal (katanya dari Kemenpora RI) meminta nomor rekeningku. Ia bermaksud mau mengirimkan uang sebesar 4/6 dari estimasi dana yang aku ajukan dengan syarat sudah menyusun Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) yang dikirimkan via pos dan menulis surat terbuka ditunjukkan ke Bapak Menteri Imam Nahrawi sebagai ucapan terima kasih. Kamu bisa klik di sini untuk lihat contoh proposal dan berkas yang lain untuk mencari sponsor kegiatan pribadi. 

Itulah asal muasal postingan yang disebut di atas! Jadi sebenarnya, semua ini murni hoki doang entah karena do’a orang tua, do’a sahabat, do’a teman, atau do’aku sendiri.

DONASI: Mentorku menyarakan untuk menghimpun donasi dari orang-orang keren semacam politisi, anggota DPR, para alumni sukses dengan almamater yang sama, atau para pembisnis. Donasi begini harus rajin tanpa absen menjemput bola. Berakhir hanya dengan mengantongi selembar uang warna merah bergambar Bung Karno-Bung Hatta. Alhamdulillah.

BEASISWA MAMA-PAPA: Bendera putih! Jebol juga dana mengucur dari orangtua dengan perjanjian mutualisme “ntar Fatiha balikkin kok kalau sponsornya ada yang lolos. Janji deh.” Sudah serupa degan Bank Penkreditan Rakyat betul? Namanya juga orangtua penuh dengan rasa iba dan cinta mengetahui informasi keberhasilan sponsorship, mereka menghiburku “udah uangnya buat urusan kampus yang lain aja.” Bahagianya~

CARA LAIN YANG BISA DICOBA KALI AJA BERHASIL: creative fundraising atau bisnis kecil-kecilan semacam jual baju preloved, nyanyi di cafe, jualan sarapan buat anak kos, efek lightroom, pulsa, paketan netflix, atau apapun itulah yang bisa menghasilkan uang secara halal dan baik.
Ada juga seorang teman yang bisa ikut MUN karena jasa endorsement. Ia manfaatkan ribuan pengikut Instagram-nya sebagai target market promosi dagangan dari lapak online yang mendanainya dengan imbalan foto-foto dirinya bersama suatu barang berlatar belakang luar negeri. Kamu untung, lapak online juga bisa ngirit biaya promo.

Apapun caranya, selalu sesuaikan dengan kemampuan dan potensi yang kamu miliki. Bukankah Tuhan sedang bercanda dengan kita? Dia hanya ingin melihat seberapa besar, benar, dan kuat usaha hambaNya. Jikapun Tuhan sudah terkesima, Dia akan memberikan apapun yang kalian butuhkan menurut-Nya. 


Comments